Kompetensi
yang diujikan
Membaca
dan memahami berbagai teks karya sastra (cerpen)
Indikator
Siswa mampu
mengidentifikasi unsur intrinsik cerita pendek dan nilai kehidupan yang
terkandung pada cerita
|
Hilangnya Akibat Khilafku
“Allahu
Akbar… Allahu Akbar!”
Alunan azan membahana dari masjid seantero kota Surabaya.
Udara pagi terasa menelusuk tulang hingga mendorong tanganku menarik selimut
dan menyempurnakan posisiku, menutupi seluruh bagian tubuhku.
“Allahu
Akbar… Allhu Akbar!”
Seruan itu kembali mengoyak telingaku. Akhh… mataku terasa
berat sekali. Kurasakan lelah yang mendera di sekujur tubuh. Kututup kedua
telingaku dengan bantal. Aku tak hendak mendengarkan seruan itu.
“Asyhadu
anlaa ilaaha illalloh…!”
Aku tak sanggup lagi. Mataku telah tergembok rapat. Semalaman
aku berhadapan dengan seabrek tugas kantor yang
harus kuselesaikan hari kemarin. Keadaan seperti ini sering terjadi saat aku
sedang kelelahan tak bisa mengahantarkan tubuhku ke kedinginan air yang
menyergapku. Aku kalah pada keadaan. Sebenarnya tidak juga begitu. Aku
terserang penyakit malas. Karena kesibukanku yang makin menggila. Aku rasa, aku
butuh istirahat yang cukup.
Kriiingg… kring…! suara jam weaker mengejutkanku
hingga aku terbangun dari tidur yang tak begitu nyaman. Pukul tujuh. Artinya,
aku harus segera bersiap-siap pergi ke kantor. Aku harus lekas menemui relasi
dan klien-klienku, tak boleh terlambat. Tak lama kemudian, hand phoneku
berdering. “Hallo… dengan Rio, ada apa
menghubungi saya pagi-pagi begini?” jawabku di telpon. “Baik saya segera ke kantor!” sambungku, lalu bergegas aku bersiap-siap.
Dalam sekejap BMW-ku melaju melewati jalanan kota yang mulai
dilanda macet dan berbaur dengan aroma CO2. Udara yang seharusnya masih
segar dan sehat sepagi ini, telah dilalap kentalnya kadar karbondioksida
yang membanjiri Surabaya. Namun aku sudah bersahabat dengan segala keadaan ini,
karena mencari uang adalah hidupku. Kesibukan duniawi yang membawaku kepada
kenyamanan lahir, telah membuatku puas.
Dulu, waktu Ibu masih hidup, aku selalu
dibanjiri oleh nasihatnya agar aku tak meninggalkan shalat. Tapi nikmatnya dunia kini membuatku
berpikir, untuk apa aku shalat? Toh rezeki itu aku yang kejar sendiri. Ia tak
akan datang ketika aku hanya berdiam diri dan shalat di rumah. Kalau aku
begitu, jadilah aku orang yang miskin, yang hanya mengharap belas kasihan orang
lain untuk dapat makan barang sehari. Tak mungkin uang akan turun dari langit
seperti hujan. Mustahil. Dan jadi orang miskin itu hanya merusak martabat
manusia. Membuat aib saja.
“Assalamualaikum! Selamat pagi, Bos!” sapa seorang karyawan. “Pagi..” aku menjawab tanpa menoleh. Aku menerobos ruang
dan waktu, berjalan angkuh layaknya seorang bos. Itulah hari-hariku. Ya,
seperti yang aku ceritakan sebelumnya.
Aku puas dengan semua kecukupan yang aku miliki sekarang. Limpahan harta.
Kesenangan dunia membuatku perlahan melupakan bahkan tak merasa ada orang yang
telah melahirkanku dulu. Bagiku, itu memang sudah takdir. Dan sekarang aku bisa
mengubah takdir dengan tanganku. Haahh… aku senang dengan hidupku.
Ruang kantorku sengaja dirancang kedap suara, karena aku
menginginkan kenyamanan ketika berada di dalamnya. Aku tak mau terganggu oleh
deru mesin kendaraan yang berlalu hilir mudik di sekitar kantorku. Memang,
letak kantorku sangat strategis. Dan aku tak sadar, bangunan seperti itu juga
telah melalaikanku dari mendengarkan suara azan. Tiba-tiba ada perasaan tak
nyaman hinggap di bagian tubuhku yang paling dalam. Menyeringai, menelusuk
relung hatiku. Aku merasakan ketaknyamanan tak bertepi. Jangan lupa sholat
Nak!… sekelebat bayangan wanita 50 tahun-an lewat di ruang otakku. Namun segera
kuenyahkan perasaan dan bayangan itu.
Tok..tok..tok! Partikel-partikel
pada daun pintuku bergerak menghasilkan gelombang bunyi yang berfrekuensi
tinggi dan mengejutkanku.
“Masuk!”
jawabku sekenanya.
“Pak Rio, saya
minta izin 15 menit keluar dulu…!” kata seorang lelaki, yang aku selalu sapa
dengan panggilan Pak Halim.
“Dari kemarin
kok izan-izin terus! Bapak tidak lihat apa kantor kita sedang banyak orderan?!
Baru setahun jadi karyawan di sini sudah berani sering-sering izin!” jawabku.
“Iya, saya tau, Pak… insya Allah
nanti setelah saya kembali, saya selesaikan tugas saya.
Baiklah!
Sepuluh menit! “ kata Pak
Halim dengan gemetar.
Aku marah.
Entah apa yang membuatku marah. Mungkin rasa berkuasalah
yang selama ini telah mengalahkanku. Selama ini memang aku selalu sensitif jika
sedang berhadapan dengan karyawan-karyawanku. Aku selalu memposisikan diriku
sebagai bos. Aku merasa bahwa aku berkuasa atas hidup mereka. Aku merasa hidup
mereka ada di tanganku. Kapan pun aku bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Dan selama ini, jika ada karyawan yang ku-PHK, banyak dari mereka yang
memohon-mohon padaku untuk dikembalikan pekerjaannya. Tapi kurasakan keanehan kini, aku merasa tak enak hati
setelah memarahi
Pak Halim, seorang karyawan yang setiap pukul 12.00 dan
15.00 meminta izin untuk keluar sejenak. Yang mukanya selalu teduh menghadapi keegoisanku. Selalu
sabar menghadapi luapan emosiku yang kerap meledak-ledak di hadapannya. Setahuku dia berasal dari keluarga
yang kurang mampu. Tapi aku juga tahu dia mempunyai potensi yang besar untuk
memajukan perusahaanku. Karena itulah, aku tetap mempertahankannya di
perusahaanku. Pun ia tak pernah melalaikan tugasnya. Ia sangat bertanggung jawab.
Lantas apa yang membuat aku marah-marah padanya hari ini dan tak jarang pada
hari-hari lain?
Lama sekali orang ini! Aku membatin sambil menunggu Pak
Halim yang sudah hampir setengah jam tak muncul-muncul juga di hadapanku.
Aku tahu, Pak Halim izin keluar hanya untuk menunaikan shalat; yang seharusnya aku pun melakukannya. Namun karena sering melalaikannya, aku jadi terbiasa tidak melaksanakan shalat. Aku tak merasa berdosa. Aku membiasakan diriku tuk tidak mendengarkan hatiku.
Aku tahu, Pak Halim izin keluar hanya untuk menunaikan shalat; yang seharusnya aku pun melakukannya. Namun karena sering melalaikannya, aku jadi terbiasa tidak melaksanakan shalat. Aku tak merasa berdosa. Aku membiasakan diriku tuk tidak mendengarkan hatiku.
“Maaf, Pak! Tadi saya harus…” kata Pak Halim sebelum aku tanya
kenapa dia lama.
”Ah… Alasan saja Anda ini! Mulai
besok, Anda tidak boleh duduk di kursi itu lagi!” potongku tanpa mau mendengar alasannya.
Pak
Halim paham apa maksud ucapanku dan ia lalu berpamitan setelah mengucapkan
terima kasih. Aku telah
memecatnya.
Sejak kejadian itu, aku kini sering merenung. Aku sendiri
kini yang harus memikirkan nasib perusahaanku. Dalam kondisi diriku yang
seperti ini, bayangan wanita tua yang selalu mengingatkanku akan shalat pun
selalu muncul setiap kali aku membutuhkan konsentrasi untuk memikirkan nasib
perusahaan. Keputusan yang kuambil tak pernah tepat kini. Alhasil, perusahaanku
pun gulung tikar. Utang di mana-mana.
Aghhhhrrrhhh…!
Aku marah pada diriku sendiri. Aku terlalu egois. Kalau saja Pak Halim masih
mendampingiku, aku tak akan sesusah ini. Ah… aku menyesal.
Kustarter BMW-ku, mesin berbunyi halus. Tanpa konsentrasi
yang penuh, aku melaju.. Kali ini tak tahu aku akan pergi ke mana. Aku tak
tahu, ingin aku kembali ke kampung halaman, meminta maaf pada ibuku, menziarahi
kuburnya, aku malu. Pun begitu juga kepada saudara-saudaraku. Pak Halim, yang
terkadang menjadi tempat curhatku, kini tak ada lagi di sampingku. Nak, bagaimanapun, jangan tinggalkan
shalat! Itu adalah ibadah yang pertama kali dihisab.” Tiba-tiba bayangan Ibu muncul lagi di kaca depan mobilku.
Menghalangi pandanganku ke depan.“Nak!
Kembalilah kejalan Tuhan-Mu!” Kali ini keringat dingin membasahi sekujur
tubuhku. Aku menggigil. Perasaanku tak karuan. “Nak!
Ingatlah… semua harta benda hanya titipannya… kembalilah!”
Tidaakk…! Klakson dari mobil belakangku membuat
konsentrasiku makin membuyar. Sorotan cahaya lampu dari mobil yang berlawanan
arah denganku menyilaukan pandangan ini, saat bayangan Ibu hilang, yang kulihat
hanya cahaya terang. Terang sekali, hingga aku tak nyaris buta. Klakson dari
belakang terus beriringan.
Ciiitttt! Brakkkk!!
Aduhh… kurasakan nyeri yang tak terperi di bagian kepalaku.
Cairan hangat mengalir dari kedua telingaku. Aku tak dapat menahan rasa nyeri yang
amat sangat ini. Bu,… maafkan aku…!
“Ini peringatan buatmu, Nak! Kembalilah!” itu adalah kalimat terakhir ibu yang masih dapat kudengar
dan kuingat. Ingatanku hilang seiring hilangnya bayangannya.
“Di mana aku? Mana Ibu ..? “Samar-samar kulihat wajah yang tak asing itu duduk di
sampingku. Pak Halim? Kau kah yang membawaku ke
rumah sakit ini?!sembari bertanya-tanya pada diriku sendiri, mulutku terus
berkomat-kamit.
Pak Halim hanya memandangiku haru. Air matanya mengalir.
Sesekali ia seperti mengucapkan sesuatu kepadaku. Tapi aku tak mendengar
apa-apa. “Astaghfirullohalazhiim…!!!”
Aku berteriak mengharapkan ampunan
dari Allah. Namun lagi-lagi, aku tak mendengar teriakanku sendiri. Tiba-tiba
telingaku sakit. Dan aku baru sadar, kecelakaan malam itu membuatku tak dapat
mendengar dan mungkin juga tak dapat berbicara. Aku tuli.
Tak ada yang lain yang bisa kulakukan. Hanya jeritan dalam
hati yang mampu aku teriakkan. Tubuhku menggigil, kurasakan ngilu di ulu
hatiku, seperti ditusuk sembilu. Dalam dan semakin dalam. Aku ingin shalat. Jam
di dinding kamar putih itu menunjukkan pukul dua belas siang, waktu yang aku
gunakan untuk memarahi Pak Halim yang izin keluar untuk melaksanakan shalat.
Waktu ketika aku sering mengunci rapat-rapat telingaku dari suara azan yang
mengalun syahdu. Dan kini suara itu benar-benar tak dapat lagi kudengar.Selama-lamanya.
(Nurainun; Majalah Annida)
SOAL KOMPETENSI
MEMBACA!
1.
Analisis unsur-unsur intrinsik dari cerpen tersebut dan tuliskan buktinya!
2.
Tentukan
nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen tersebut!
Unsur
|
Isi
|
Bukti
|
Tema
|
..............
|
-
|
Tokoh
|
Aku
|
Protagonis
|
Pak Halim
|
||
Watak
|
Aku
-
Sombong/angkuh
-
Pemarah
-
Malas
beribadah
|
“Pagi..” aku
menjawab tanpa menoleh. Aku menerobos ruang dan waktu, berjalan angkuh
layaknya seorang bos
Aku marah.
Entah
apa yang membuatku marah.
|
Pak halim
-
Sabar
-
|
||
UJIAN
PRAKTIK BAHASA INDONESIA KOMPETENSI BERBICARA
Kompetensi yang diujikan
Berbicara
dan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam pidato
Indikator
Siswa mampu
menyusun garis besar kerangka pidato/ceramah/khotbah dengan tepat dan menulis
teks pidato menggunakan kalimat yang efektif
Nomor Soal : (6)
Soal
Susunlah
kerangka pidato berkenaan dengan kegiatan sekolah!
Nomor Soal : (7)
Soal
Tulislah
naskah pidato berdasarkan kerangka pidato menggunakan kalimat yang efektif
|
ILUSTRASI
Menulis teks pidato berkenaan dengan kegiatan
sekolah dengan menggunakan kalimat yang efektif
Langkah-langkah:
1.
Menentukan tema
2.
Menyusun
kerangka pidato
3.
Mengembangkan
kerangka menjadi sebuah teks pidato
Tema : Perpisahan kelas IX
Kerangka pidato:
1)
Salam
pembuka
2)
Pendahuluan
-Sapa (yang terhormat, yang saya
hormati)
- Puji syukur
3)
Isi
4)
Penutup
Mohon maaf jika ada salah
kata,terima kasih
5)
Salam
penutup
UJIAN
PRAKTIK BAHASA INDONESIA KOMPETENSI MENULIS
Kompetensi yang diujikan
Menulis
surat dinas
Indikator
Siswa
mampu menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan
memperhatikan sistematika penulisan surat dinas dan kalimat yang efektif
Nomor Soal : (8)
Soal
Tuliskan
sistematika surat dinas secara urut!
Nomor Soal : (9)
Soal
Tulislah
surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan bahasa yang efektif
|
ILUSTRASI
Panitia Milad Muhammadiyah ke-103 SMP Muhammadiyah 4
Semarang, bermaksud mengadakan acara jalan sehat dan ajang unjuk bakat dalam
rangka memperingati milad Muhammadiyah ke-103 tahun. Acara tersebut bertema
“Sang Surya Tiada Henti Menyinari Negeri” Panitia bermaksud mengundang Kepala
Sekolah dan siswa SD Muhammadiyah 12 untuk berpartisipasi dalam acara jalan
sehat dan ajang unjuk bakat tersebut. Rencananya acara tersebut akan diadakan
pada hari Minggu, 17 Maret 2013, pukul 06.30 s.d. 12.30 bertempat di SMP
Muhammadiyah 4 Semarang. Panitia melampirkan jadwal acara juga bermaksud
memberitahu Pimpinan Dikdasmen Muhammadiyah Cabang Semarang Barat mengenai
kegiatan tersebut. Nomor surat keluar ke-56. SD Muhammadiyah 12 beralamat di
jalan Mintojiwo nomor 23 Semarang.
Pertanyaan!
8. Tuliskan sistematika surat dinas secara urut!
9. Tulislah surat dinas berkenaan dengan
kegiatan sekolah dengan bahasa yang efektif!
SOAL
UJIAN PRAKTIK
KOMPETENSI
MENYIMAK BERITA
Kompetensi
yang diujikan
Mendengarkan dan memahami isi berita radio/televisi
Indikator
Siswa mampu menentukan pokok berita, persamaan isi
berita dan menulis kembali berita yang didengar
3.
Tentukan pokok-pokok
berita dari berita yang telah kalian simak!
4.
Tulislah
kembali berita yang telah disimak dengan bahasa kalian sendiri dengan
memperhatikan unsur-unsur berita!
5.
Tentukan
persamaan isi kedua berita yang telah kalian simak!
MAKSIMAL PENGUMPULAN SABTU, 9 MARET 2013!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar